Pendahuluan
Pertama-tama
penting sekali untuk memahami posisi dari perikop yang akan ditafsirkan ini
dalam keseluruhan kitab Markus. Para ahli
Alkitab umumnya membagi kitab Markus ke dalam tiga atau empat bagian. Bagian pertama adalah pasal 1: 1-13
sebagai kisah pengantar. Bagian kedua
adalah pasal 1:14-10:52 sebagai pelayanan Yesus di Galilea hingga menuju ke
Yerusalem dan bagian ini masih umum dibagi ke dalam dua bagian yaitu pasal 1:
14-7:23 karya Yesus di Galilea; pasal 7: 24-10:52 Pelayanan Yesus ke Tirus dan
Sidon dan kembali ke Galilea dan bagian
terakhir adalah pasal 11:1-16 : 8 (20) peristiwa-peristiwa di dalam dan
sekitar Yerusalem.
Pembagian ini
dibuat berdasarkan pertimbangan rangkaian peristiwa pelayanan Yesus dan
pemikiran-pemikiran teologis yang terkandung di dalamnya. Rangkaian peristiwa
yang dimaksudkan adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi dilaporkan oleh
penulis Markus secara teratur mulai dari Galilea, tempat-tempat di luar daerah
Jahudi dan berpuncak di Yerusalem. Sedangkan pemikiran-pemikiran teologis dapat
dilihat dari misi Yesus yang disampaikan pertama-tama kepada bangsa Israel,
namun berkembang kepada misi kerajaan Allah kepada bangsa-bangsa lain dan
berpuncak pada kebangkitan Yesus sebagai misiNya.
Posisi perikop
ini masuk dalam bagian kedua yaitu pelayanan Yesus di Galilea, yang dapat
dihubungkan dengan konteks sosio politik, yang berada dalam ketegangan karena
penjajahan Romawi dinilai bertentangan dengan teokrasi yang akan dipimpin oleh
seorang Mesias dari keturunan Jehuda.
Serangkaian
peristiwa konflik antara orang-orang Farisi dan ahli Taurat dengan Yesus
diceritakan oleh Markus pada bagian pelayanan di Galilea seperti penyembuhan
orang lumpuh, panggilan kepada Lewi, pertentangan mengenai puasa, Murid-murid
memetik gandum pada hari Sabat dan pekerjaan Yesus menyembuhkan pada hari
sabat, memberikan kesan kepada para pembaca Markus bagaimana orientasi
pelayanan Yesus yang benar-benar mengutamakan pelayanan kemanusiaan. Perikop yang ditafsirkan ini merupakan bagian
dari konflik mula-mula yang diceritakan oleh Markus untuk memperlihatkan
bagaimana Yesus memberikan suatu gerakan sosial yang membela kemanusiaan.
Myers melihat
perikop ini dalam bagian tantangan akan hegemoni idiologi dari Imam-imam dan
Ahli-ahli Taurat (1:40-2:15). Cerita-cerita yang bermacam dalam bagian tersebut
merupakan cara pendampingan messianis yang pertama berupa “aksi langsung”,
dimana Yesus melangsungkan serangan tanpa kekerasan terhadap aturan simbolik
dari Jahudi Palestina dan hegemoni idiologi yang terkandung di dalamnya, dengan
demikian Dia menantang kekuatan sosial dan eksklusifitas dari kelompok-kelompok
yang berkuasa. Yesus secara simultan memperkenalkan suatu alternatif praktek
sosial, yang didasarkan pada inklusifitas.
Penelusuran narrasi
Perikop ini
menceritakan tentang panggilan Yesus kepada Lewi, pemungut cukai dimana Lewi
langsung mengikut Dia dan mengadakan Perjamuan Makan dengan Yesus. Pemungut
cukai adalah golongan yang tidak disukai orang Jahudi, namun kenyataannya Yesus
memanggil Lewi yang pekerjaannya sebagai pemungut cukai.
Menurut
William L.Lane bahwa tempat bertugas
Lewi berlokasi di Kapernaum, untuk melayani Herodes Antipas, yang biasanya
untuk wilayah ini diangkat dari kalangan orang Jahudi, dan ketika seorang
Jahudi memasuki pekerjaan ini, dia telah dikeluarkan dari masyarakat dan telah
diekskomunikasi dari sinagoge. Dengan demikian Lewi adalah orang yang telah
dikeluarkan dari masyarakat Jahudi dan dari sinagoge atau menjadi salah seorang
dari kelompok yang terpinggirkan pada waktu itu.
Yesus
memanggil Lewi dengan formulasi yang sama kepada murid-murid yang lain, yaitu
dengan panggilan yang singkat dan padat, tanpa suatu diskusi yang panjang dan
reaksi dari Lewi juga sama dengan murid lainnya bahwa Lewi langsung mengikut
Yesus. Hal ini dimungkinkan karena Lewi telah mengetahui missi Yesus. Menurut
Myers bahwa para nelayan telah dikenakan pajak dengan hasil yang mereka peroleh,
yang memungkinan Lewi mengetahui para nelayan yang telah didampingi oleh Yesus
dan juga mengenal Yesus karena Yesus telah mempergunakan waktu untuk
pekerjaanNya di Kapernaun sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pekerjaan
Lewi berlokasi di Kapernaum. Dengan konteks seperti itu maka dapat dimengerti
kalau Lewi tanpa melakukan dialog kenapa dan untuk apa dirinya dipanggil, dia
langsung mengikut Yesus.
Secara spontan
Lewi menyatakan rasa syukurnya dengan mengadakan jamuan bersama, yang turut
dihadiri oleh para pemungut cukai, orang-orang berdosa dan kelompok para murid
Yesus. Yesus makan bersama-sama dengan
mereka. Tentang status para pemungut cukai sudah dijelaskan diatas, yang
menjadi pertanyaan ialah siapakah orang-orang berdosa yang dimaksudkan ?. Kerap
kali hal ini dimengerti secara umum, yang menunjuk kepada diri kita sendiri,
jika demikian diartikan bisa mengabaikan aspek yang paling penting dari ucapan
Yesus.
Golongan
Farisi memakai istilah ini dan ditujukan kepada mereka yang duduk bersama Yesus
dan umumnya istilah ini menunjuk kepada “para pelanggar” (transgressors) dari hukum moral Allah. Hukum moral yang dimaksudkan adalah tradisi
yang dibuat oleh para ahli taurat, dan mereka yang duduk bersama Yesus
menunjukkan ketidaktertarikan pada tradisi tersebut, yang membuat mereka
dianggap sebagai orang berdosa.
Dengan
demikian dapat dimengerti keberatan orang Farisi yang menilai Yesus gagal
membedakan orang benar dengan orang berdosa. Yesus dalam hal ini bergaul dengan
orang-orang yang telah dihukum oleh masyarakat dan orang-orang berdosa, yang
dianggap tidak taat kepada aturan-aturan, bukan berarti bahwa Yesus tidak
memperhatikan orang baik-baik seperti golongan Farisi dan ahli Taurat.
Idiologi yang
terkandung dalam perikop ini yang paling penting adalah bahwa Yesus menunjukkan
prinsip pelayanNya yaitu mendahulukan mereka yang berdosa, yang membutuhkan
Dia. Karena kalau diperhatikan
bagian-bagian lain dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus menerima undangan untuk
berkunjung dan makan bersama dengan orang dari kalangan Farisi, namun dalam hal
pelayanan bahwa Yesus mendahulukan mereka yang betul-betul memerlukan, mereka
yang berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, serta mereka yang tidak
mendapat pertolongan.
Atas dasar
tafsiran tersebut maka pelayanan yang dilakukan Yesus menjadi suatu alternatif
yang mendorong suatu pembaharuan terhadap masyarakat baru atau pendampingan
komunitas yang bertolak dari pelayanan untuk mereka yang terpinggirkan, lemah,
dan memerlukan pertolongan.
Beberapa ahli
Perjanjian Baru seperti Lane[i]
memberikan pengertian bahwa acara Yesus makan bersama dengan pemungut cukai dan
orang berdosa merupakan aksi radikal Yesus yang membawa kepada inti secara
teologi dari elemen-elemen penting dalam peristiwa ini. Bagi ahli Taurat
perilaku Yesus itu adalah sesuatu yang tidak sopan sebab tidak tepat jika
seorang guru Taurat berbagi meal
fellowship dengan orang-orang yang telah disingkirkan dan orang-orang biasa
yang terpinggirkan.
Ketika Yesus
berbagi meal fellowship dengan para
pemungut cukai dan orang berdosa, itulah Messias yang sedang duduk bersama
dengan orang-orang berdosa dan panggilan ini adalah pengampunan messianis, dan makanan itu sendiri adalah
antisipasi dari perjamuan messianis.
Penafsiran tersebut akan bermakna jika penekanan pada Yesus sebagai
messias menjadi penekanan utama dari berita Markus. Namun sebagaimana dikatakan
dalam pengantar kepada injil Markus bahwa secara sistimatis diuraikan bagaimana
sisi kemanusiaan Yesus yang lebih menonjol dalam pelayananNya. Dengan demikian
lebih menarik ketika melihat acara makan bersama sebagai pembaharuan akan makna
perjamuan bersama bukan hanya sekedar ritual, melainkan erat berhubungan dengan
missi pelayanan Yesus untuk memperjuangkan martabat manusia, sehingga
mendahulukan orang-orang yang lemah dan terpinggirkan tersebut. Jadi makna
perjamuan bersama sebagai komitmen Yesus adalah untuk membangun komunitas yang
saling berbagi dan saling perduli.
Ungkapan Yesus
yang mengatakan “bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit,
Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” sebagai
ungkapan untuk membungkam orang Farisi, sekaligus menanamkan suatu narasi bagi komunitas baru
yang didampingi oleh Yesus, yaitu berangkat dari kepedulian terhadap mereka yang
terpinggirkan oleh sistim yang dominan yaitu agama yang diajarkan oleh orang
Farisi dan Saduki.
Markus menceritakan situasi konflik antara
orang Farisi dengan kelompok yang dibangun oleh Yesus dengan tujuan memberikan
semangat kepada para pembacanya untuk memahami bahwa mengikuti Yesus berarti
makanan mereka, terutama eukaristi
mereka, harus mencakup orang-orang yang menyadari kelemahan mereka dan
kebutuhan akan penyembuhan. Ini berlawanan dengan setiap orang yang mungkin
berpikir bahwa hanya mereka yang benar boleh mengambil bagian dalam perjamuan.
Sikap Yesus yang kelihatan dalam perjamuan ini memberikan dasar etika perjamuan
dimana Yesus sebagai orang benar menerima dengan baik orang sakit, lemah dan
para pendosa sebagai bagian dari elemen perjuangannya untuk menjadikan manusia
bermartabat.
Perenungan dalam pelayanan gereja masa kini.
- Jika orang percaya disebut sebagai pengikut Yesus, apakah yang diikuti ? tentu saja bukan hanya gaya hidup Yesus, melainkan paradigma yang sedang dibangun melalui pelayananNya. Yesus amat peduli dengan orang yang terpinggirkan seperti Lewi pemungut cukai, orang percaya/gereja haruslah mengikuti pelayanan untuk peduli dengan orang/kelompok masyarakat yang terpinggirkan.
- Perjamuan bersama Lewi dan orang berdosa lainnya sebagai bentuk penguatan atas orang-orang lemah, sehingga ritual keagamaan dimaknai dengan kebersamaan untuk saling menguatkan, jika diperlukan dalam aksinya sampai kepada pembelaan (advocacy) bagi mereka yang terpinggirkan karena hukum yang tidak membuat orang bermartabat.
- Narrasi Markus ini selalu hidup dalam penceritaan perbuatan Yesus dalam pelayananNya, itu berarti gereja selalu ditantang untuk menghidupi pelayanannya dalam kepekaan sosial untuk para jemaat/orang lain yang membutuhkan pendampingan gereja masakini untuk menjadikan manusia seutuhnya (bermartabat).
Sumber-sumber utama tulisan ini :
1. Myers,Ched : Binding the strong man, Maryknoll,New York,
Orbis Books, 1994
2. Singgih, E.G :
Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong
Abad ke – 21, Kanisius, Jogjakarta, 1997.
3. W.L.Lane, The new International Commentary on the New Testament,
Grand Rapids, Michigan, W.E.Eerdmans Pub.1974.
4. Philip Van Linden, Markus dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru
(Editor Dianne Bergant & Robert
J.Karris), Yogjakarta, Kanisius, 2002
hemmm , artikel yaang bagus gan , lanjutkan
ReplyDeleteseeepppppppp
ReplyDeletekeren keren..... i like it
ReplyDeletejadi sebuah inspirasi nih buat saya ,
ReplyDelete