IKLAN JILKER PLISS DI KLIK YAH

02 April 2012

PENDAMPINGAN PELAYANAN YESUS BAGI ORANG YANG TERPINGGIRKAN Suatu Renungan dengan membaca Narrasi Markus 2:13-17


  Pendahuluan

Pertama-tama penting sekali untuk memahami posisi dari perikop yang akan ditafsirkan ini dalam keseluruhan kitab Markus. Para ahli Alkitab umumnya membagi kitab Markus ke dalam tiga atau empat bagian. Bagian pertama adalah pasal 1: 1-13 sebagai kisah pengantar. Bagian kedua adalah pasal 1:14-10:52 sebagai pelayanan Yesus di Galilea hingga menuju ke Yerusalem dan bagian ini masih umum dibagi ke dalam dua bagian yaitu pasal 1: 14-7:23 karya Yesus di Galilea; pasal 7: 24-10:52 Pelayanan Yesus ke Tirus dan Sidon dan kembali ke Galilea dan bagian terakhir adalah pasal 11:1-16 : 8 (20) peristiwa-peristiwa di dalam dan sekitar Yerusalem.
Pembagian ini dibuat berdasarkan pertimbangan rangkaian peristiwa pelayanan Yesus dan pemikiran-pemikiran teologis yang terkandung di dalamnya. Rangkaian peristiwa yang dimaksudkan adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi dilaporkan oleh penulis Markus secara teratur mulai dari Galilea, tempat-tempat di luar daerah Jahudi dan berpuncak di Yerusalem. Sedangkan pemikiran-pemikiran teologis dapat dilihat dari misi Yesus yang disampaikan pertama-tama kepada bangsa Israel, namun berkembang kepada misi kerajaan Allah kepada bangsa-bangsa lain dan berpuncak pada kebangkitan Yesus sebagai misiNya.
Posisi perikop ini masuk dalam bagian kedua yaitu pelayanan Yesus di Galilea, yang dapat dihubungkan dengan konteks sosio politik, yang berada dalam ketegangan karena penjajahan Romawi dinilai bertentangan dengan teokrasi yang akan dipimpin oleh seorang Mesias dari keturunan Jehuda.
Serangkaian peristiwa konflik antara orang-orang Farisi dan ahli Taurat dengan Yesus diceritakan oleh Markus pada bagian pelayanan di Galilea seperti penyembuhan orang lumpuh, panggilan kepada Lewi, pertentangan mengenai puasa, Murid-murid memetik gandum pada hari Sabat dan pekerjaan Yesus menyembuhkan pada hari sabat, memberikan kesan kepada para pembaca Markus bagaimana orientasi pelayanan Yesus yang benar-benar mengutamakan pelayanan kemanusiaan.  Perikop yang ditafsirkan ini merupakan bagian dari konflik mula-mula yang diceritakan oleh Markus untuk memperlihatkan bagaimana Yesus memberikan suatu gerakan sosial yang membela kemanusiaan.
Myers melihat perikop ini dalam bagian tantangan akan hegemoni idiologi dari Imam-imam dan Ahli-ahli Taurat (1:40-2:15). Cerita-cerita yang bermacam dalam bagian tersebut merupakan cara pendampingan messianis yang pertama berupa “aksi langsung”, dimana Yesus melangsungkan serangan tanpa kekerasan terhadap aturan simbolik dari Jahudi Palestina dan hegemoni idiologi yang terkandung di dalamnya, dengan demikian Dia menantang kekuatan sosial dan eksklusifitas dari kelompok-kelompok yang berkuasa. Yesus secara simultan memperkenalkan suatu alternatif praktek sosial, yang didasarkan pada inklusifitas.



Penelusuran narrasi
Perikop ini menceritakan tentang panggilan Yesus kepada Lewi, pemungut cukai dimana Lewi langsung mengikut Dia dan mengadakan Perjamuan Makan dengan Yesus. Pemungut cukai adalah golongan yang tidak disukai orang Jahudi, namun kenyataannya Yesus memanggil Lewi yang pekerjaannya sebagai pemungut cukai.
Menurut William  L.Lane bahwa tempat bertugas Lewi berlokasi di Kapernaum, untuk melayani Herodes Antipas, yang biasanya untuk wilayah ini diangkat dari kalangan orang Jahudi, dan ketika seorang Jahudi memasuki pekerjaan ini, dia telah dikeluarkan dari masyarakat dan telah diekskomunikasi dari sinagoge. Dengan demikian Lewi adalah orang yang telah dikeluarkan dari masyarakat Jahudi dan dari sinagoge atau menjadi salah seorang dari kelompok yang terpinggirkan pada waktu itu.
Yesus memanggil Lewi dengan formulasi yang sama kepada murid-murid yang lain, yaitu dengan panggilan yang singkat dan padat, tanpa suatu diskusi yang panjang dan reaksi dari Lewi juga sama dengan murid lainnya bahwa Lewi langsung mengikut Yesus. Hal ini dimungkinkan karena Lewi telah mengetahui missi Yesus. Menurut Myers bahwa para nelayan telah dikenakan pajak dengan hasil yang mereka peroleh, yang memungkinan Lewi mengetahui para nelayan yang telah didampingi oleh Yesus dan juga mengenal Yesus karena Yesus telah mempergunakan waktu untuk pekerjaanNya di Kapernaun sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa pekerjaan Lewi berlokasi di Kapernaum. Dengan konteks seperti itu maka dapat dimengerti kalau Lewi tanpa melakukan dialog kenapa dan untuk apa dirinya dipanggil, dia langsung mengikut Yesus.
Secara spontan Lewi menyatakan rasa syukurnya dengan mengadakan jamuan bersama, yang turut dihadiri oleh para pemungut cukai, orang-orang berdosa dan kelompok para murid Yesus.  Yesus makan bersama-sama dengan mereka. Tentang status para pemungut cukai sudah dijelaskan diatas, yang menjadi pertanyaan ialah siapakah orang-orang berdosa yang dimaksudkan ?. Kerap kali hal ini dimengerti secara umum, yang menunjuk kepada diri kita sendiri, jika demikian diartikan bisa mengabaikan aspek yang paling penting dari ucapan Yesus. 
Golongan Farisi memakai istilah ini dan ditujukan kepada mereka yang duduk bersama Yesus dan umumnya istilah ini menunjuk kepada “para pelanggar” (transgressors) dari hukum moral Allah.  Hukum moral yang dimaksudkan adalah tradisi yang dibuat oleh para ahli taurat, dan mereka yang duduk bersama Yesus menunjukkan ketidaktertarikan pada tradisi tersebut, yang membuat mereka dianggap sebagai orang berdosa.
Dengan demikian dapat dimengerti keberatan orang Farisi yang menilai Yesus gagal membedakan orang benar dengan orang berdosa. Yesus dalam hal ini bergaul dengan orang-orang yang telah dihukum oleh masyarakat dan orang-orang berdosa, yang dianggap tidak taat kepada aturan-aturan, bukan berarti bahwa Yesus tidak memperhatikan orang baik-baik seperti golongan Farisi dan ahli Taurat. 
Idiologi yang terkandung dalam perikop ini yang paling penting adalah bahwa Yesus menunjukkan prinsip pelayanNya yaitu mendahulukan mereka yang berdosa, yang membutuhkan Dia.  Karena kalau diperhatikan bagian-bagian lain dalam Perjanjian Baru bahwa Yesus menerima undangan untuk berkunjung dan makan bersama dengan orang dari kalangan Farisi, namun dalam hal pelayanan bahwa Yesus mendahulukan mereka yang betul-betul memerlukan, mereka yang berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, serta mereka yang tidak mendapat pertolongan.
Atas dasar tafsiran tersebut maka pelayanan yang dilakukan Yesus menjadi suatu alternatif yang mendorong suatu pembaharuan terhadap masyarakat baru atau pendampingan komunitas yang bertolak dari pelayanan untuk mereka yang terpinggirkan, lemah, dan memerlukan pertolongan.
Beberapa ahli Perjanjian Baru seperti Lane[i] memberikan pengertian bahwa acara Yesus makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa merupakan aksi radikal Yesus yang membawa kepada inti secara teologi dari elemen-elemen penting dalam peristiwa ini. Bagi ahli Taurat perilaku Yesus itu adalah sesuatu yang tidak sopan sebab tidak tepat jika seorang guru Taurat berbagi meal fellowship dengan orang-orang yang telah disingkirkan dan orang-orang biasa yang terpinggirkan.
Ketika Yesus berbagi meal fellowship dengan para pemungut cukai dan orang berdosa, itulah Messias yang sedang duduk bersama dengan orang-orang berdosa dan panggilan ini adalah pengampunan  messianis, dan makanan itu sendiri adalah antisipasi dari perjamuan messianis.  Penafsiran tersebut akan bermakna jika penekanan pada Yesus sebagai messias menjadi penekanan utama dari berita Markus. Namun sebagaimana dikatakan dalam pengantar kepada injil Markus bahwa secara sistimatis diuraikan bagaimana sisi kemanusiaan Yesus yang lebih menonjol dalam pelayananNya. Dengan demikian lebih menarik ketika melihat acara makan bersama sebagai pembaharuan akan makna perjamuan bersama bukan hanya sekedar ritual, melainkan erat berhubungan dengan missi pelayanan Yesus untuk memperjuangkan martabat manusia, sehingga mendahulukan orang-orang yang lemah dan terpinggirkan tersebut. Jadi makna perjamuan bersama sebagai komitmen Yesus adalah untuk membangun komunitas yang saling berbagi dan saling perduli.
Ungkapan Yesus yang mengatakan “bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit, Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” sebagai ungkapan untuk membungkam orang Farisi, sekaligus  menanamkan suatu narasi bagi komunitas baru yang didampingi oleh Yesus, yaitu berangkat dari kepedulian terhadap mereka yang terpinggirkan oleh sistim yang dominan yaitu agama yang diajarkan oleh orang Farisi dan Saduki.
 Markus menceritakan situasi konflik antara orang Farisi dengan kelompok yang dibangun oleh Yesus dengan tujuan memberikan semangat kepada para pembacanya untuk memahami bahwa mengikuti Yesus berarti makanan mereka, terutama eukaristi mereka, harus mencakup orang-orang yang menyadari kelemahan mereka dan kebutuhan akan penyembuhan. Ini berlawanan dengan setiap orang yang mungkin berpikir bahwa hanya mereka yang benar boleh mengambil bagian dalam perjamuan. Sikap Yesus yang kelihatan dalam perjamuan ini memberikan dasar etika perjamuan dimana Yesus sebagai orang benar menerima dengan baik orang sakit, lemah dan para pendosa sebagai bagian dari elemen perjuangannya untuk menjadikan manusia bermartabat.
Perenungan dalam pelayanan gereja masa kini.

  1. Jika orang percaya disebut sebagai pengikut Yesus, apakah yang diikuti ? tentu saja bukan hanya gaya hidup Yesus, melainkan paradigma yang sedang dibangun melalui pelayananNya. Yesus amat peduli dengan orang yang terpinggirkan seperti Lewi pemungut cukai, orang percaya/gereja haruslah mengikuti pelayanan untuk peduli dengan orang/kelompok masyarakat yang terpinggirkan.
  2. Perjamuan bersama Lewi dan orang berdosa lainnya sebagai bentuk penguatan atas orang-orang lemah, sehingga ritual keagamaan dimaknai dengan kebersamaan untuk saling menguatkan, jika diperlukan dalam aksinya sampai kepada pembelaan (advocacy) bagi mereka yang terpinggirkan karena hukum yang tidak membuat orang bermartabat.
  3. Narrasi Markus ini selalu hidup dalam penceritaan perbuatan Yesus dalam pelayananNya, itu berarti gereja selalu ditantang untuk menghidupi pelayanannya dalam kepekaan sosial untuk para jemaat/orang lain yang membutuhkan pendampingan gereja masakini untuk menjadikan manusia seutuhnya (bermartabat).


Sumber-sumber utama tulisan ini :

1. Myers,Ched            : Binding the strong man, Maryknoll,New York, Orbis Books, 1994
2. Singgih, E.G           : Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja Menyongsong
Abad ke – 21,   Kanisius, Jogjakarta, 1997.
3. W.L.Lane, The new International Commentary on the New Testament, Grand Rapids, Michigan, W.E.Eerdmans Pub.1974.
4. Philip Van Linden, Markus dalam Tafsir Alkitab Perjanjian Baru (Editor Dianne Bergant & Robert       J.Karris), Yogjakarta, Kanisius, 2002





4 comments:

  1. hemmm , artikel yaang bagus gan , lanjutkan

    ReplyDelete
  2. keren keren..... i like it

    ReplyDelete
  3. jadi sebuah inspirasi nih buat saya ,

    ReplyDelete

Diharap kritik dan saran yang membangun ya guys